ALLAMANDA BERSERAK
BAGIAN IV
SAHABAT LEKAT
Kuceritakan pada sahabatku Esty tentang kiriman bunga
allamanda dalam dua hari berturut-turut tanpa aku ketahui pengirimnya. Juga
keresahanku saat mas Rangga menanyakan beli bunga sedikit-sedikit yang membuat
aku takut berterus terang. Aku tidak
bilang ke mas Rangga kalau aku yang membeli bunga-bunga itu, tapi mau
bilang kalau ada yang mengirimiku pun aku tidak berani, Kebingungan ini yang
membuat aku harus curhat pada sahabatku.
Esty pasti tahu kalau aku selalu jujur dalam setiap hal. Aku belum pernah
merasa resah seperti saat ini.
“Kenapa kamu gak terus terang aja sama
Rangga kalau ada orang misterius
mengirimi kamu bunga?”
“Yah gak mungkin lah aku bilang begitu
sama mas Rangga yang jelas dia akan curiga dan banyak bertanya. “
“Bukan kah
suamimu itu orangnya cool-cool
aja. “
“Iya bener begitu tapi kalau tiba-tiba dia
jadi banyak tanya kan aku bisa mati kutu. Mas Rangga pasti akan bilang selidiki
lah masa bunda diam-diam saja“ pertanyaan itu yang kuperkirakan akan datang dari
mas Rangga.”
“Ah masa sih ?”
“Pasti begitu.” Kataku kecut. Esty kuminta
pendapat malah membuat aku semakin bingung. Lama kami terdiam. Aku dengan hati
resahku, Esty? Entah apa yang dipikirkan. Bibirnya mengulum senyum yang membuat
aku kesal. Senyum itu seperti mengejek kegalauanku, kali ini aku berpikir
negative betapa keterlaluannya Esty menggodaku. Orang bingung malah
disenyum-senyumin.
“Ko kamu senyum-senyum gitu ?”
“Ga boleh ?” tanyanya masih dengan
senyuman yang membuatku semakin sebal.
“Boleh sih. Tapi kali ini bikin aku sebel
lihat senyumanmu, tau ga?” Esty mengembangkan senyumnya menjadi tawa. Manusia
aneh, pikirku.
“Aku ingin jujur seperti kamu yang selalu
jujur.”
“Maksud kamu ?”
“Aku yang mengirim allamanda itu.”
“Haaahhhh… “ aku ingin mencubit lengannya
tapi dia menangkis tanganku. Aku memasang wajah cemberut.
“Jangan marah dong !!” Esty mencoba
membujukku.
“Aku kesel sama kamu.”
“Maksudku bukan bikin kamu kesel. Tapi
bikin kamu bahagia”
“Terus ? bikin aku biar selalu ingat sama
mas Panji gitu?” Esty menggeleng pasti.
“Atau kamu ini sengaja yah biar aku ditanya-tanyai
sama mas Rangga.”
“Ya nggak lah, Prita. Murni itu tanda
sayang aku sama kamu.”
“Terus aku harus bagaimana, mana aku belum
bilang sama mas Rangga kalau tanaman itu kiriman orang.”
“Yaudah santai aja lah ga usah dibahas
lagi. Aku udah jujur sama kamu kalau aku yang mengirimi kamu tanaman allamanda
itu. Sekarang kamu mau ga jujur padaku kalau kutanya ?”
“Apa?” tak sabar rasanya melihat ekspresi
Esty yang seperti serius akan menanyakan sesuatu.
“Kamu ketemu Panji di Bali ?”
“Iya..” jawabku singkat. Esty tersenyum
tanpa kutahu maknanya.
“Kamu ko tanya kayak gitu, emang kamu tahu
dari mana kalau di acara diklat itu ada
mas Panji.?”
“Ya aku tahu lah, kan kamu bilang diklat
itu yang mengadakan cabang BUMN ternama di Jawa Timur”
“Terus… ?”
“Ya aku tahu lah pasti ada Panji..”
“Kamu …..? “
“Hmmm..”
“Ko ekspresimu sama dengan bos aku. Maksud
kamu apa sih ? Aku udah jujur loh.” Esty tersenyum lagi sambil memutar-mutar
bibir mungilnya. Bibir mungil itu lah salah satu bagian dari daya tarik Esty
sehingga tampak manis dan menggemaskan.
“Ga Esty kamu jangan main-main menggoda
aku seperti itu, aku takut ini jadi kesalahan terbesar dalam hidupku.” Kataku,
pertanyaan Esty mengusik hati. Dari mana Esty tahu kalau aku bertemu dengan mas
Panji.
“Ga lah, aku yakin kamu tetap jadi isteri
setia buat Rangga.”
“Iya… tapi..”
“Kenapa?”
“Aku takut… “
“Ga usah takut lagi, kayak bocah kecil”
“Estiiiii…. “
Esty tergelak dan kemudian tawanya
berderai mengurai bahagia dan kepuasan telah mengerjaiku. Aku harus jujur pada
suamiku kalau bunga allamanda itu Esty yang mengirim untukku.
“Aku harus bilang sama mas Rangga kalau
kamu yang ngerjai aku “
“Ga usah lah. Santai aja… “
“Tapi..”
“Ga usah nanti malah banyak pertanyaan
suamimu bikin kamu repot “ kata Esty santai. Benar juga pendapat Esty, kalau
aku terus terang Esty yang mengirim pun akan bermunculan pertanyaan-pertanyaan
lain dari mas Rangga. Aku merenung.
“Sudahlah belum tentu juga Rangga jujur
sama kamu.. dah minum tuh minumanmu. “ Esty mendorong gelas isi Greentea
late di depanku. Aku menyeruput minumanku.
“Maksud kamu apa ?” setelah menyeruput
minumanku.
“Yang mana ?”
“Tadi kamu bilang belum tentu mas Rangga
jujur sama aku?”
“Oh,, gak.. aku Cuma canda usah diambil
hati”
“Ga sih, Cuma kepikiran aja,,” aku
meneliti wajah Esty ada sesuatu yang
tersembunyi dari wajahnya. Aku pun percaya kalau kata-kata Esty hanya iseng
saja. Tapi wajah resahku tak dapat
kusembunyikan.
“Ga ada apa-apa. Udah lah kamu jangan jadi
sensi gitu.”
“Atau kamu sekarang sudah sangat cinta
sama Rangga ?”
“Cinta atau tidak, dia ayah anakku.”
“Good, angkat dua ibu jari untuk
prinsipmu..”
“Kamu ini ah..” aku mencubit lengannya kan
kami berdua tertawa. Bahagianya aku memiliki sahabat seperti Esty.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar