"Kuingin melihat keindahan Bukit bersamamu, aku tahu banyak yang tertinggal pada alunan realitas kutulusan yang terlepas dari pandanganmu..." Ucapnya lembut.. kalimatnya sering menegarkanku. Bersamanya aku padan dalam naungan purnama. Keinginan yang tersembul lewat ketulusan. Seringkali aku menahan airmataku agar tidak lagi membebaninya.
" Biarlah luka ini jadi bagianku, jangan membuatmu tidak sepenuhnya memahamiku." Kurasa ia sangat mengerti sekalipun dia tidak sepenuhnya memahami hatiku.
"Aku yang bertanggungjawab atas kelemahan sikapku,, aku tidak pernah menginginkanmu luka, kalau keadaannya sangat berbeda karena aku tidak memperkuat tekadku. "
"Saya mengerti, mas... sangat mengerti. semua tikungan menjadi haluan hati."
" Kau luka di antara kumpaan kehidupan orang lain yang jadi bagian pengorbananmu."
"Aku ikhlas.. dan harus ikhlas"
"Sekali pun begitu aku berkehendak menimbun keikhlasan itu, " Oh Tuhan... Ampuni aku,, ampuni aku yang tidak memperdulikan ketulusan. Ampuni aku jika kini ingin menumpahkan semua pada sosok hati yang kucintai...NEXT
Jumat, 15 April 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
BAGIAN XIV IBUKU Mungkin ini jawaban doaku kalau akhirnya ibu datang ke apartemenku dengan tangis mengharu biru. Memelukku...
-
BAGIAN XIX MENGISI CATWALK LAGI Selanjutnya goresan-goresan tangan menari-nari di atas kertas disainku. Aku ingin melupakan pak Ar...
-
BAGIAN XVII PERWIRA HATI Ada sebuah alasan untuk berkenalan dengan dua orang polisi. Perkenalan yang dimulai saat aku kehilangan m...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar